Indonesia bukan negara/wilayah yang terjangkit SARS dan aman untuk setiap orang yang akan datang dan pergi dari Indonesia. penjelasan ini merupakan progress report upaya Pemerintah Indonesia dan jajaran Kesehatan pada umumnya dalam upaya penanggulangan SARS di Indonesia yang masih terus dimantapkan di seluruh wilayah Indonesia. Penjelasan ini disampaikan oleh Bapak Menteri Kesehatan Republik Indonesia atas nama Pemerintah Republik Indonesia, pada acara Jumpa Pers tanggal 17 Juni 2003 di Gedung Departemen. Kesehatan Republik Indonesia dengan tema Upaya Penang gulangan SARS di Indonesia.
Kasus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) atau Syndrome Pernapasan Akut Berat pertama kali ditemukan di propinsi Guangdong ( China ) pada bulan November 2003. Adanya kejadian luar biasa di Guangdong ini baru diberitakan oleh WHO empat bulan kemudian yaitu pada pertengahan bulan Februari 2003. Pada waktu itu disebut sebagai Atypical Pneumonia atau Radang Patu Atipik. Informasi WHO ini menjadi dasar bagi DepKes untuk secara dini pada bulan Februari 2003 menginstruksikan kepada seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP ) di Indonesia yang mengawasi 155 bandara, pelabuhan laut dan pos lintas batas darat untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah-langkah penangkalan yang perlu.
Pada tanggal 11 Maret 2003, WHO mengumumkan adanya penyakit baru yang menular dengan cepat di Hongkong, Singapura dan Vietnam yang disebut SARS. Pada tanggal 15 Maret 2003 Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa SARS adalah ancaman global atau Global Threat. Dengan adanya pernyataan itu, Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tangal 16 Maret 2003 segera berkoordinasi dengan WHO dan menginformasikan kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah sakit Provinsi, KKP di seluruh Indonesia dan lintas sektor terkait untuk mengambil langkah yang perlu bagi pencegahan penularan dan pencegahan penyebaran SARS pada tanggal 17 Maret 2003. Pada waktu itu belum diketahui apakah penyakit ini sama dengan Atypicak Pneumonia yang berjangkit di Guangdong. pada bulan April 2003 barulah WHO memastikan bahwa Atypical Pneumonia di Guangdong adalah SARS
Pertimbangan WHO menyatakan SARS sebagai ancaman global adalah SARS merupakan penyakit baru yang belum dikenal penyebabnya, SARS meneybar secara cepat melalui alat angkut antar negara dan SARS terutama menyerang tenaga kesehatan di rumah sakit. Wabah SARS telah mendorong berbagai pakar kesehatan di dunia untuk bekerja sama menemukan penyebab SARS dan memahami cara penularan SARS. Atas kerjasama para pakar dari 13 laboratorium di dunia maka tanggal 16 April 2003 dipastikan bahwa penyebab SARS adalah Virus Corona atau Coronavirus.
Departemen Kesehatan secara dini dan sejak awal pandemi SARS pada bulan Maret tahun 2003 melaksanakan Penanggulangan SARS dengan tujuan mencegah terjadinya kesakitan dan kematian akibat SARS dan mencegah terjadinya penularan SARS di masyarakat (community transmission) di Indonesia
Strategi yang dijalankan untuk mencapai tujuan itu adalah : upaya public awareness melalui upaya advokasi dan sosialisasi, pemantauan atau surveilans kasus secara epidemiologi berdasarkan informasi masyarakat, informasi rumah sakit dan informasi KKP, menyiapkan rumah sakit baik sarana maupun prasarananya serta pengetahuan dan keterampilan petugas. Kesemuanya itu ditunjang dengan mengembangkan kemampuan pemeriksaan di laboratorium dan penelitian mengenal penyakit tersebut. Untuk menunjang pelaksanaan penanggulangan SARS pada tanggal 3 April 2003 ditetapkan keputusan
Menteri Kesehatan No. 424 Tahun 2003 tentang SARS sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Dengan penetapan ini maka Undang-undang nomor empat tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dapat diterapkan dalam penanggulangan SARS.
Langkah tindak lanjut untuk menjalankan strategi itu memerlukan sumber daya (tenaga, sarana, dan pembiayaan serta pedoman-pedoman baik untuk jajaran kesehatan maupun masyarakat umum), yaitu dengan :
PUBLIC AWARENESS Untuk memberi pengetahuan dan kewaspadaan tentang SARS kepada masyarakat luas termasuk kepada jajaran kesehatan, sektor di luar Departemen Kesehatan dan jajaran pemerintah daerah serta LSM, Ikatan Profesi dan lain-lain dibentuk Tim Sosialisasi dan Advokasi untuk melakukan Advokasi dan sosialisasi telah disusun satu seri pedoman yang terdiri dari 7 Buah Buku Pedoman yaitu :
Pedoman Kewaspadaan Universal bagi Masyarakat
Pedoman Kewaspadaan Universal di tempat-tempat umum.
Pedoman Kewaspadaan Universal bagi petugas kesehatan.
Pedoman Pemeriksaan SARS di Bandara, Pelabuhan dan Lintas Batas.
Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit SARS
Pedoman Penatalaksanaan Kasus.
Pedoman Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen.
Selain itu diterbitkan Poster, Booklet, leaflet dan Flyer (baik untuk jajaran kesehatan kabupaten/kota dan khusus untuk para TKI). Sejumlah perusahaan /pihak swasta sangat membantu dalam pengadaan bahan-bahan tersebut. Sosialisasi pada masyarakat luas dilakukan melalui media massa dan melalui situs-situs SARS yang dapat dilihat pada http://www.infeksi.com ; http://www.penyakitmenular.info dan http://.www.asean-disease-surveilance.net serta saluran informasi lainnya seperti Hotline Service RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta (021)- 6506568, Posko Pelayanan Antisipasi KLB SARS Tlp. (021)-4265974, 021-640141 maupun telepon langsung ke Bagian Humas DepKes dengan No. Telepon 021-5223002 dan Pusat penanggulangan Masalah Kesehatan DepKes 021- 5265043.
KESIAPAN RUMAH SAKIT Menetapkan 34 Rumah Sakit menjadi rumah sakit rujukan SARS berdasarkan kriteria :
Di Wilayah pintu masuk laut/udara dari luar negeri
Di Wilayah kantong-kantong TKI yang baru pulang dari luar negeri.
Dari 34 rumah sakit tersebut 6 rumah salit ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan utama, yaitu RS H.Adam Malik Medan, RS Otorita Batam, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUD Dr. Sutomo Surabaya, RSUP Sanglah Denpasar dan RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tiap rumah sakit rujukan utama tersebut diberikan dana Rp. 100. Juta rupiah untuk penyiapan ruang isolasi dan triase. Dalam ruang isoalsi minimal terdapat 2 tempat tidur (TT) untuk kasus probable dan 4 TT untuk kasus suspek. Selain itu diberikan alat-alat untuk proteksi perorangan dan alat-alat universal precaution dan peralatan medik.
Untuk RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso sebagai RS Rujukan Nasional SARS disiapkan 20 TT bagi penderita dan 50 TT bagi perawatan pasca sembuh namun masih infeksius, 3 ambulans khusus SARS, peralatan medik dan alat proteksi perorangan. saat ini sedang dibuat EWORS ( Early Warning Outbreak Recognition System ) di 34 RS Rujukan untuk aspek hospotal base surveilans. Setiap RS rujukan dibentuk Tim Penanggulangan SARS di rumah sakit, pelatihan bagi perawat untuk pengetahuan tentang universal precaution, workshop dan pelatihan tentang Strict Barrier Hospital and Nursing Care dengan dana antara lain dari bantuan WHO sebesar Rp. 485.724.300,-.
Pelatihan dimasing-masing rumah sakit (inservice training) bagi seluruh petugas yang terlibat dalam penanganan SARS (kegiatan ini masih berlangsung). Tatalaksana kasus SARS di rumah sakit berdasarkan pedoman yang disusun oleh Depkes bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI).
SURVEILANS Di Indonesia terdapat 45 KKP yang mengawasi 155 bandara, pelabuhan laut dan pos lintas darat yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu ada 24 KKP yang mengawasi bandara/pelabuhan laut yang disinggahi alat angkut (peasawat udara dan kapal laut) yang datang dari negara terjangkit SARS. Untuk petugas KKP telah dilakukan pelatihan petugas dan penyediaan barrier nursing protection.
Untuk kesiapsiagaan penanggulangan SARS dilakukan penambahan tenaga kesehatan di lokasi-lokasi Bandara Soekarno-Hatta ( terminal 2 dan terminal 3 ) sebanyak 41 orang dokter (21 dokter dari brigade Siaga Bencana /BSB Jakarta) dan 12 perawat dari dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang bertugas di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso sebanyak 13 dokter dari Ditjen PPM dan PL. Pelabuhan tanjung Priok sebanya 4 dokter dari Ditjen PPM dan PL. KKP Batam sebanyak 56 dokter dengan rincian ; 29 dokter dari BSB Bandung, 17 dokter dari BSB DI Yogyakarta dan 10 dokter dari BSB Semarang.
Departemen Kesehatan juga menerima laporan kasus SARS dari masyarakat termasuk yang dimuat di media massa. terhadap semua informasi dugaan SARS tersebut dilakukan pengecekan untuk dikonfirmasi oleh Tim Pakar dan Tim Verifikasi. Kasus suspek dan probable harus dilaporkan oleh setiap rumah saki dan fasilitas kesehatan ke Departemen Kesehatan. Data klinis setiap kasus yang dilaporkan akan diverifikasi oleh Tim Verifikasi dan Tim Pakar. Kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria akan dikeluarkan dari daftar sebagai kasus bukan SARS. Apabila diperlukan hubungan telepon juga digunakan untuk mendiskusikan kasus yang dilaporkan dengan dokter yang menangani kasus. Lebih dari 80.000 TKI bekerja diluar negeri (Didaerah-daerah terjangkit SARS). Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan sangat mungkin mempunyai hubungan yang dekat (close contact). Oleh karena itu perhatian khusus diberikan kepada para TKI dengan jalan melakukan pemeriksaan kesehatan (termasuk pengukuran suhu) di terminal 3. Apabila dari mereka menunjukkan gejala sakit segera dirujuk ke rumah sakit. Mereka juga diberikan penyuluhan mengenai pencegahan SARS dan diberikan masker untuk digunakan bila menunjukkan gejala penyakit semacam flu, juga disarankan untuk tidak keluar rumah (home isolation) selama 10 hari sejak kedatangannya. Petugas Kesehatan di daerah TKI tersebut berkewajiban untuk mengawasi mereka.
Upaya surveilans epidemiologi SARS di Indonesia mencakup pemeriksaan penumpang di bandara pada saat kedatangan (arrival screening) dan saat keberangkatan (pres-departure screening), pemeriksaan TKI yang datang dari daerah terjangkit SARS, surveilans SARS di rumah sakit dan sarana kesehatan, surveilans SARS dan penumonia di masyarakat, investigasi dan pelacakan kontak. Denga cara demikian adanya penderita SARS akan dapat dideteksi sedini mungkin. Untuk menunjang kegiatan dan keberhasilan surveilans SARS akan ditempatkan sejumlah 20 thermo scanner di bandara dan beberapa pelabuhan laut dan sejumlah thermo digital (telinga).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Salah satu respon awal untuk pemeriksaan laboratorium SARS dilakukan bekerja sama dengan US NAMRU-2 Jakarta dalam mengambil spesimen dari kasus suspek dan probable dan kemudian dikirim ke CDC Atlanta. Untuk mendukung ini Depkes telah menyusun pedoman untuk pengambilan dan pengiriman spesimen berdasarkan pada pedoman WHO dan CDC. Petugas laboratorium dari rumah-rumah sakit provinsi telah dilatih menggunakan pedoman tersebut.
Tiga laboratorium yang ditunjuk sebagai laboratorium SARS rujukan adalah Badan Litbangkes Depkes, bagian Mikrobiologi UI dan laboratorium Bio Medical Mataram. 4 Batch spesimen SARS yang diambil dari 24 pasien telah dikirim ke CDC Atlanta dengan hasil negatif untuk kedua pemeriksaan RT-PCR dan tes Serologi. Selain itu laboratorium di Medan dan Makassar diikutsertakan untuk mengembangkan pemeriksaan laboratorium SARS
Dalam penanggulangan SARS, Indonesia juga menerima bantuan dari dalam dan luar negeri antara lain dari Pemerintah Amerika Serikat berupa 5.000 masker, pemerinta Jepang berupa peralatan pelindung dan perlengkapan laboratorium senilai 30 juta yen atau sekitar US $ 250.000, pemerintah Singapura akan menyumbang 1 buah thermo scanner, PT. Johnson Home Hygiene Product berupa masker.
Jumlah penderita SARS didunia dalam periode November 2003 - Mei 2003 meningkat dari waktu ke waktu. Tetapi pada bulan Juni 2003 penderita baru SARS disunia mulai meurun. Pada tanggal 13 Juni 2003 jumlah kumulatif penderita SARS probable yang dilaporkan berjumlah 8.554, jumlah penderita baru 10 orang, jumlah yang meninggal dunia 792 orang dan jumlah yang sembuh 6,793 orang. Ada 32 negara/wilayah yang pernah melaporkan adanya kasus probable SARS.
Pada tanggal tersebut jumlah negara/wilayah yang paling banyak melaporkan kasus probable SARS adalah RRC 5.327, Hongkong 1.755, Taiwan 693, Singapura 206, Canada 242 dan Vietanam 63 orang. Di Indonesia, sampai dengan 16 Juni 2003 ditemukan 7 kasus suspek dan 2 kasus probable Jumlah orang yang berobat di Indonesia karena khawatir dirinya menderita SARS atau diduga SARS sebanyak 112 orang. Setelah diperiksa, dari jumlah ini ada 103 orang dipastikan bukan menderita SARS.
7 Kasus suspek SARS terdiri dari 3 wanita dan 4 pria yang berusia antara 20 - 57 tahun. Sebanyak 5 orang diantaranya pernah berkunjung ke Singapura dan 2 orang pernah berkunjung ke RRC. Mereka berdomisili di Jakarta, Depok, Tangerang. Sedangkan 2 kasus probable SARS terdiri dari 2 pria masing-masing berusia 47 tahun (WNA) berdomisili di Tangerang dan telah kembali ke Hongkong dan berusia 65 tahun (WNI) berdomisili di Medan, keduanya baru kembali dari Singapura saat menderita SARS. Sebanyak 6 kasus suspek SARS dirawat di RSPI - SS Jakarta dan 1 kasus di RSUP Adam Malik.
Dari 2 kasus probable SARS seorang dirawat di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso dan seorang dirawat di RSUP Adam Malik Medan. Semua kasus suspek SARS dan Kasus Probable SARS, sample darah dan usapan tenggoroknya dikirim dan diperiksa di CDC Atlanta dan semuanya menunjukkan hasil negatif untuk virus Corona. Untuk kasus suspek dan probable SARS dan kasus yang diduga SARS tertentu dilakukan investigasi atau pelacakan kontak dari investigasi dan pelacakan kontak ini ditemukan sebanyak 103 orang yang diduga kontak. Seluruh kontak ini dilakukan manajemen kontak berupa penyuluhan dan surveilans. Investigasi, pelacakan dan manajemen kontak dilakukan atas kerja sama Ditjen PPM dan PL, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota dan Puskesmas, Keluarga dan teman sekerja.
SARS berdampak negatif pada perekonomian negara khususnya dibidang penerbangan, pariwisata dan tenaga kerja. Adanya negara/wilayah yang terjangkit SARS menyebabkan berkurangnya jumlah penerbangan dan jumlah penumpang dengan tujuan negara/wilayah tersebut. Sebagai contoh antara lain dampak terhadap airline yang dimuat di Majalah Bussines News tanggal 4 April 2003 yang memberitakan jumlah penumpang GIA dari Singapura turun hingga 20 %, biro perjalanan juga melaporkan penurunan penumpang antara 50 - 70 %, Bertia Harian Kompas tanggal 5 April 2003 tingkat hunian hotel di Batam menurun hingga 10 %.
Adanya negara/wilayah terjangkit SARS diwilayah regional ASEAN juga mengimbas pada menurunnya kunjungan wisata ke Indonesia. Di samping itu, karena tenaga kerja Indonesia juga banyak yang bekerja di negara/wilayah terjangkit SARS maka pengiriman TKI ke negara/wilayah terjangkit SARS untuk sementara tertunda.
Untuk mengatasi dampak SARS pada perekonomian regional diadakan KTT Khusus ASEAN Plus 1 ( RRC ) dan Pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN Plus 3 (RRC, Jepang dan Korea ) di Kuala Lumpur, Forum penerbangan ASEAN plus 3 di Filipina dan pertemuan Regional ASEAN tentang SARS di Siem Riep, kamboja dan di bangkok Thailand. Pertemuan Menteri Kesehatan APEC tentang SARS akan diadakan di bangkok tanggal 28 Juni 2003.
Berdasarkan laporan dari Rumah-Rumah Sakit seluruh Indonesia, Dinas Kesehatan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan seluruh Indonesia yang dipantau setiap hari sejak tanggal 14 Mei 2003 sampai hari ini 17 Juni 2003 Tidak Ada Kasus Suspek Baru maupun Kasus Probable Baru di Indonesia. Namun Demikian masyarakat masih harus waspada karena masih ada wilayah diluar Indonesia yang masih menunjukkan adanya penularan secara lokal di wilayah tersebut per 13 Juni 2003 yaitu diantaranya adalah Kanada ( Toronto ), China ( Beijing, Hongkong danTaiwan). Oleh karena itu pengamatan penyakit SARS melalui kegiatan surveilans SARS akan terus dipertahankan dan ditingkatkan misalnya pre departure screning tetap akan diberlakukan begitu pula Arrival Screening berupa pengisian Health Alert Card.
Begitu pula surveilans penyakit pneumonia pada orang dewasa dirumah-rumah sakit akan dilaksanakan seperti surveilans AFP. Karena itu saya ( Menteri Kesehatan RI ) berpesan kepada masyarakat luas, media cetak/elektronik, tenaga kesehatan untuk terus menerus meningkatkan pengawasan publik tentang SARS dan mewaspadai SARS tetapi tidak panik.
FACT-SHEET
PERKEMBANGAN SARS ( GLOBAL DAN DI INDONESIA )
Riwayat singkat penyebaran SARS dan upaya-segera Depkes dalam mengantisipasi penyebarannya di Indonesia : 1 November 2002 :
untuk pertama kali ditemukannya penyakit Atypical Pneumonia di Propinsi Guangdong RRC yang kemudian diyaikini sloh WHO sebagai SARS.
11 Februari 2003 :
SARS di Guangdong diberitakan secara resmi oleh WHO melalui website : http://www.who.int.
Akhir Februari 2003 ( 2 minggu sebelum WHO mengumumkan SARS sebagai ancaman global )
Depkes telah mengambil langkah penangkalan dini dengan menginstruksikan seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan ( KKP ) di Indonesia agar meningkatkna kewaspadaannya dan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu ( di Indonesia ada 45 buah KKP yang bertanggung jawab dalam mengawasi dan melaksanakan penangkalan dan pencegahan masuknya penyakit karantina dan penyakit menular tertentu ke Indonesia melalui bandar udara, pelabuhan laut dan pos lintas batas darat )
10 Maret 2003 :
SARS menyebar ke luar Guangdong, yaitu ke Hongkong dan Hanoi ( Vietnam ).
Penyebaran pertama di Hongkong terjadi di kalangan petugas rumah sakit, dan selanjutnya menyebar ke negara-negara lain melalui orang-orang yang tertular dan melakukan perjalanan lintas negara.
15 Maret 2003 :
WHO menyatakan secara resmi bahwa SARS adalah ancaman global ( Global Treat ) dengan pertimbangan :
(1) SARS penyakit baru yang belum diketahui penyebabnya
(2) Penularannya terutama terjadi dikalangan petugas kesehatan melalui sarana kesehatan
(3) SARS menyebar antar negara melalui orang yang melakukan perjalanan lintas negara.
16 Maret 2003 :
Diadakan rapat konsolidasi dan koordinasi antara Depkes dan WHO dengan hasil-hasil :
(1) Mengeluarkan edaran dari Direktur Jenderal P2M dan PL kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala KKP, Direktur RS Provinsi untuk mengambil langkah bagi pencegahan penyebaran SARS di Indonesia ( dikirim melalui faksimili tanggal 16 Maret 2003 sore hari )
(2) Membentuk Task Force SARS di Ditjen P2M dan PL
(3) Membuka POSKO SARS di Ditjen P2M dan PL ( No. Telp. 021-42655974 )
(4) Melaksanakan piket harian SARS di di Ditjen P2M dan PL serta Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan ( PPMK ) dengan No. Telp. 021-5265043
17 Maret 2003 :
Konferensi Pers dengan Menteri Kesehatan
3 April 2003 :
Menteri Kesehatan menetapkan SARS sebagai penyakit yang berpotensi wabah
4 April 2003 :
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Travel Advisory, yaitu menganjurkan agar warga negara Indonesia yang akan berkunjung ke negara / wilayah terjangkit SARS menunda dulu. Namun apabila suatu sebab terpaksa harus berkunjung hendaknya memperhatikan :
(1) Tidak membawa orang lanjut usia atau anak balita
(2) Mempersiapkan diri dalam pencegahan SARS
(3) Memperhatikan petunjuk jajaran kesehatan setempat tentang pencegahan SARS.
16 April 2003 :
WHO mengumunkan dengan resmi bahwa virus corona dinyatakan sebagai penyebab SARS ( berkat kerjasama 13 lembaga penelitian di seluruh dunia )
25 April 2003 :
Pertemuan Menteri-menteri Kesehatan ASEAN + 3 ( Korea, Jepang, RRC )dan Hongkong.
29 April 2003 :
KTT ASEAN + 1 ( RRC ) antara lain menyepakati :
(1) Peningkatan kerjasama dalam penanggulangan SARS
(2) Pemeriksaan penumpang yang tiba dan berangkat dari negara ASEAN + 1 untuk mencegah penyebaran SARS.
12 ? 16 Mei 2003 :
Delegasi Indonesia menjelaskan kepada negara-negara anggota WHO dlaam Sidang Majelis Kesehatan Sedunia ( World Health Assembly ) di Jenewa melalui booklet yang dibagikan, berjudul
? Indonesia is not a SARS affected country ?
15 ? 16 Mei 2003 :
Diadakan ASEAN + 3 Aviation Forum di Pampanga, Filipina, yang memantapkan kesempatan tentang pemeriksaan penumpang pada saat kedatangan dan keberangkatan di bandara.
2 Kriteria penderita diduga SARS di Indonesia :
Kasus Observasi SARS :
Jika data penderita masih perlu dilengkapi
Kasus Suspect :
Jika data klinis menunjukan criteria suspect menurut WHO ( Suhu tubuh > 38 Der C, batuk-batuk, sesak napas/kesulitan bernapas, ada riwayat perjalanan dari wilayah terjangkit atau kontak langsung dengan penderita )
Probable :
Jika data klinis menunjukan kasus suspect + gambaran rontgen paru-paru menunjukan pneumonia, atau jika penderita tersebut meninggal pada pemeriksaan autopsi menunjukan pneumonia yang tidak diketahui sebabnya atau menunjukan RDS ( Repiratory Disstress Syndrome).
Bukan Kasus SARS
Bila data klinik lengkap, tapi ternyata tidak ada kaitannya dengan SARS.
3. Data Global dan Indonesia
(1) Global ( 29 Mei 2003 )
10 Provinsi di RRC terjangkit SARS, yaitu :
Beijing, Guangdong, Hubei, Hebei, Inner Mongolia, Jiangshu, jilin, Shanxi, Shaanxi, dan Tianjin.
Selain RRC, negara / wilayah yang masuk daftar sebagai negara terjangkit : Canada, ( Toronto ), Hongkong, Singapura dan Taiwan )
Jumlah negara yang melaporkan / pernah melaporkan adanya kasus Probable SARS ada 31 negara / wilayah dengan jumlah kasus 8.295 ( 17 kasus baru, 750 kasus meninggal, 4.994 kasus telah telah sembuh )
(2) Indonesia
Jumlah kasus probable : 2 ( 1 WNA, 1 WNI )
Jumlah kasus suspect : 7 ( 1 WNI, 6 WNI )
(3) Data sampai dengan 13 Juni 2003
Dari 10 Provinsi hanya 3 provinsi di RRC yaitu : Beijing, Hongkong, Taiwan
Negara / wilayah yang masih ada transmisi local adalah : Canada ( Toronto ), China ( Beijing, Hongkong, Taiwan)